Generasi Z lahir dan besar di era digital, ketika teknologi sudah jadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tapi perjalanan mereka juga dipenuhi guncangan ekonomi—mulai dari krisis finansial global 2008, harga rumah dan biaya kuliah yang melambung, sampai pendapatan yang terasa jalan di tempat. Belum lagi pandemi COVID-19 yang datang saat mereka mulai masuk usia produktif, seakan mengingatkan bahwa ketidakpastian itu bukan musuh, tapi sesuatu yang harus siap dihadapi.
Di tengah tekanan inflasi dan naik-turunnya aset digital, sebagian Gen Z mulai melirik aset klasik yang sudah bertahan ratusan tahun: emas. Buat mereka, emas bukan sekadar “tempat aman” dari gejolak ekonomi, tapi juga refleksi dari cara mereka memandang hidup—apakah nasib ditentukan oleh strategi pribadi, atau lebih banyak oleh faktor luar yang nggak bisa dikendalikan?
1. Cara Pandang Finansial Gen Z
Gen Z (lahir akhir 1990-an sampai awal 2010-an) dibentuk oleh banyak peristiwa besar:
- Krisis finansial global 2008 (mereka menyaksikannya waktu kecil).
- Utang pendidikan yang berat, sementara gaji stagnan.
- Guncangan ekonomi akibat pandemi.
Berbeda dengan Milenial yang sempat optimis dengan teknologi dan ekonomi baru, banyak Gen Z justru tumbuh skeptis terhadap institusi. Tapi di sisi lain, mereka haus akan kendali atas masa depan keuangan mereka. Itu sebabnya, mereka lebih berani mencoba hal-hal alternatif: kripto, NFT, koleksi digital, dan sekarang… kembali ke emas.
2. Kenapa Emas Jadi Menarik Lagi
Dulu emas sering dianggap “aset bapak-ibu kita”. Tapi sekarang citranya berubah. Beberapa alasannya:
- Inflasi yang bikin cemas: harga rumah, kuliah, dan kebutuhan pokok naik lebih cepat dari gaji. Emas jadi cara menjaga daya beli.
- Geopolitik yang nggak tenang: perang, konflik dagang, instabilitas global bikin orang butuh aset yang nyata dan aman.
- Akses makin gampang: sekarang beli emas bisa mulai dari Rp15 ribu-an lewat aplikasi. Hambatan modal besar sudah hilang.
Bagi banyak Gen Z, emas bukan sekadar logam berharga, tapi simbol kemandirian dari sistem finansial yang mereka nggak sepenuhnya percaya.
3. Hubungannya dengan Locus of Control
Dalam psikologi, ada istilah locus of control—cara orang melihat siapa yang paling menentukan hasil hidup mereka:
- Internal locus: percaya bahwa keputusan pribadi yang menentukan hasil.
- External locus: merasa hidup lebih dipengaruhi oleh faktor luar, nasib, atau keberuntungan.
Di dunia investasi emas, Gen Z juga terbagi ke dua tipe ini.
3.1 Gen Z dengan Internal Locus
- Aktif belajar soal pasar emas dan indikator ekonomi.
- Emas jadi bagian strategi jangka panjang, bukan sekadar panik beli.
- Gunakan emas untuk diversifikasi, bukan satu-satunya senjata.
3.2 Gen Z dengan External Locus
- Beli emas karena panik, misalnya saat krisis atau karena FOMO.
- Lebih reaktif, ikut-ikutan tren di media sosial.
- Anggap emas sebagai tameng dari dunia yang nggak bisa mereka kendalikan
4. Menyatukan Dua Cara Pandang
Gen Z yang paling tangguh biasanya bisa menggabungkan keduanya:
- Internal → ambil tanggung jawab, riset, dan bikin keputusan sendiri.
- External → tetap sadar kalau ada faktor luar yang nggak bisa ditebak, jadi siapin rencana cadangan.
Praktiknya bisa sesederhana:
- Selalu sisihkan sebagian portofolio buat emas.
- Seimbangkan emas dengan aset lain yang bisa bertumbuh.
- Jangan panik atau euforia saat harga emas naik-turun.
Kesimpulan
Buat Gen Z, emas bukan cuma soal logam kuningnya. Ia adalah cara berpikir.
Mereka yang berpola pikir internal menjadikannya bagian dari strategi kemandirian finansial, sedangkan yang lebih external menjadikannya tameng dari ketidakpastian dunia.
Dan mungkin strategi paling kuat bukan memilih salah satunya, tapi memadukan keduanya: percaya sama kemampuan diri, sambil tetap siap menghadapi kejutan dari luar.
Tinjauan Pustaka :
Kumari, Sujata & Soni, Sapna. (2025). Factors Influencing Gold Investment Choices Among Gen Z: An Examination of Planned Behavior and Social Learning Theory. International Journal For Multidisciplinary Research. 7. 10.36948/ijfmr.2025.v07i04.50002.
